Sabtu, 12 April 2014
Jumat, 11 April 2014
mimpi
seperti mimpi
aku tidak tahu berawal dari mana aku bisa disini
yang aku tahu aku menemukan sebuah pintu yang bertuliskan 'masalalu'
dengan tinta merah darah
hanya itu satu-satunya dihadapanku
aku tidak bisa menoleh kemanapun
hanya pintu itu yang kutuju
aku mencoba masuk kesana
baru saja aku membuka pintu
udara dinginnya menusuk hingga kuku jariku
dengan langkah hati-hati aku melangkah
'hei, ada orang disini?'
tidak ada jawaban
disini dingin
ada tungku perapian di sudut ruangan
tapi ku rasa sudah bertahun-tahun tidak digunakan
mataku menjelajah sekeliling
seperti ada goresan pada dinding yang tertutup es tipis
pelan-pelan ku sentuh dia
ada teka-teki yang minta di pecahkan
tapi apa? yang kurasakan hanya dingin
aku mati rasa
lebih keras ku coba meraba ada apa
ternyata dinding itu terdorong
ada sebuah ruangan kecil yang hangat dibelakangnya
ada perapian menyala disana
seperti tahu bahwa akan ada yang tiba
sebuah sofa kelabu berdebu dengan sebuah album yang juga berdebu di tengahnya
aku heran
bagaimana bisa ada ruang senyaman ini dibelakang kamar es yang dingin
siapa yang mempersiapkan ini?
kulihat sekeliling pun tidak ada siapapun
karena penasaran, kuambil album foto disana
tanpa sengaja aku duduk disofa itu
suasana semakin hangat
lembar pertama, aku mulai paham
ini rumah itu
rumah yang kamu beli waktu itu
yang belum sempat kita tempati berdua
walaupun seingatku tidak ada sisi dingin disebelahnya
ku buka lembar demi lembar
chat pertama itu
sms terakhir itu
kadomu
entah kenapa tiba-tiba dari album itu terpancar cahaya
yang menjurus ke dinding-dinding ruangan
menampakkan satu persatu isinya
isi tentang masalalu kita
aku paham semua ini
sisi dingin itu adalah kita yang beku
tapi bila diberi sedikit upaya untuk bersama
akan ada sisi yang hangat
hangat seperti tiap sentuhan tanganmu
setiap belaianmu pada rambutku
dan perapian itu? tidak satupun yang mempersiapkan
tapi dia memang selalu menyala, abadi. selamanya
aku terbangun, dan semua telah pergi
kamu pergi, aku sendiri
aku tidak tahu berawal dari mana aku bisa disini
yang aku tahu aku menemukan sebuah pintu yang bertuliskan 'masalalu'
dengan tinta merah darah
hanya itu satu-satunya dihadapanku
aku tidak bisa menoleh kemanapun
hanya pintu itu yang kutuju
aku mencoba masuk kesana
baru saja aku membuka pintu
udara dinginnya menusuk hingga kuku jariku
dengan langkah hati-hati aku melangkah
'hei, ada orang disini?'
tidak ada jawaban
disini dingin
ada tungku perapian di sudut ruangan
tapi ku rasa sudah bertahun-tahun tidak digunakan
mataku menjelajah sekeliling
seperti ada goresan pada dinding yang tertutup es tipis
pelan-pelan ku sentuh dia
ada teka-teki yang minta di pecahkan
tapi apa? yang kurasakan hanya dingin
aku mati rasa
lebih keras ku coba meraba ada apa
ternyata dinding itu terdorong
ada sebuah ruangan kecil yang hangat dibelakangnya
ada perapian menyala disana
seperti tahu bahwa akan ada yang tiba
sebuah sofa kelabu berdebu dengan sebuah album yang juga berdebu di tengahnya
aku heran
bagaimana bisa ada ruang senyaman ini dibelakang kamar es yang dingin
siapa yang mempersiapkan ini?
kulihat sekeliling pun tidak ada siapapun
karena penasaran, kuambil album foto disana
tanpa sengaja aku duduk disofa itu
suasana semakin hangat
lembar pertama, aku mulai paham
ini rumah itu
rumah yang kamu beli waktu itu
yang belum sempat kita tempati berdua
walaupun seingatku tidak ada sisi dingin disebelahnya
ku buka lembar demi lembar
chat pertama itu
sms terakhir itu
kadomu
entah kenapa tiba-tiba dari album itu terpancar cahaya
yang menjurus ke dinding-dinding ruangan
menampakkan satu persatu isinya
isi tentang masalalu kita
aku paham semua ini
sisi dingin itu adalah kita yang beku
tapi bila diberi sedikit upaya untuk bersama
akan ada sisi yang hangat
hangat seperti tiap sentuhan tanganmu
setiap belaianmu pada rambutku
dan perapian itu? tidak satupun yang mempersiapkan
tapi dia memang selalu menyala, abadi. selamanya
aku terbangun, dan semua telah pergi
kamu pergi, aku sendiri
kemaren
aku yakin kamu akan membaca ini segera
seperti entah kenapa aku yakin pada setiap katamu
terlalu percaya, mungkin
tapi ternyata resah tak dapat menandingi rindu
sepenggal lagu-lagu yang aku dengar
meniti masalalu dimana kisah ini berawal
aku tidak menyalahkanmu
menyayangimu itu tanggung jawabku
hujan turun membuat kamar ini terasa lebih temaram
ada resah yang diam diam masuk
meracuni kepercayaanku yang rapuh
ada yang salah pada resah sore ini
menunggu kamu hal biasa
tapi mengetahui kamu berada bersamanya ternyata lebih dari luar biasa
sepahamku kamu mungkin memang tidak pernah bisa meninggalkan dia
malah kini kamu sedang bersamanya
seandainya sekarang aku bisa memandangmu dari sedekat ini
sejengkal jari dari kamu berdiri
sosokku tetap saja tidak terlihat
terlalu tertutup kabut semu masalalu kamu
yang selalu muncul begitu kamu berhadapan dengan dia
menutupi diriku yang nelangsa
ada yang terasa menyumbat pernafasanku
ada gelisah yang menindih bahu sehingga berat terasa bebanku
tapi rindu terlalu besar dampaknya untukku
rindu terlalu hebat untuk berhadapan dengan resah
bila nanti kamu datang kembali padaku
yang bisa kuucapkan terimakasih karena sudah ingat pulang
meninggalkan resah pada tempat yang sudah aku lupa
tapi nanti bila kamu pergi bersamanya lagi
dan resah itu datang lagi
aku tidak mau percaya lagi
seperti entah kenapa aku yakin pada setiap katamu
terlalu percaya, mungkin
tapi ternyata resah tak dapat menandingi rindu
sepenggal lagu-lagu yang aku dengar
meniti masalalu dimana kisah ini berawal
aku tidak menyalahkanmu
menyayangimu itu tanggung jawabku
hujan turun membuat kamar ini terasa lebih temaram
ada resah yang diam diam masuk
meracuni kepercayaanku yang rapuh
ada yang salah pada resah sore ini
menunggu kamu hal biasa
tapi mengetahui kamu berada bersamanya ternyata lebih dari luar biasa
sepahamku kamu mungkin memang tidak pernah bisa meninggalkan dia
malah kini kamu sedang bersamanya
seandainya sekarang aku bisa memandangmu dari sedekat ini
sejengkal jari dari kamu berdiri
sosokku tetap saja tidak terlihat
terlalu tertutup kabut semu masalalu kamu
yang selalu muncul begitu kamu berhadapan dengan dia
menutupi diriku yang nelangsa
ada yang terasa menyumbat pernafasanku
ada gelisah yang menindih bahu sehingga berat terasa bebanku
tapi rindu terlalu besar dampaknya untukku
rindu terlalu hebat untuk berhadapan dengan resah
bila nanti kamu datang kembali padaku
yang bisa kuucapkan terimakasih karena sudah ingat pulang
meninggalkan resah pada tempat yang sudah aku lupa
tapi nanti bila kamu pergi bersamanya lagi
dan resah itu datang lagi
aku tidak mau percaya lagi
Senin, 07 April 2014
semangat
hujan pergi belum tentu ia tidak datang lagi
meski kemarau panjang, siapa yang bisa menghadang ia datang? tidak ada
kita bernafas dalam harapan
selama oksigen itu masih masuk ke paru-paru kamu
kamu pasti bisa bertahan
semangat, Am. Duu pasti bahagia. tenang saja.
meski kemarau panjang, siapa yang bisa menghadang ia datang? tidak ada
kita bernafas dalam harapan
selama oksigen itu masih masuk ke paru-paru kamu
kamu pasti bisa bertahan
semangat, Am. Duu pasti bahagia. tenang saja.
ini sudah lebih dari 35 jam tidak ada smsrmu
Minggu, 06 April 2014
caricaripacarlagi
ada yang aku cari
bukan. bukan dalam dirimu lagi
ada yang masih ingin aku temui setiap hari
tapi bukan dirimu lagi
kini mungkin memang kita sudah menempuh jalan yang berbeda
kamu berdua dengan dia
dan aku sendiri
tidak ada lagi keinginan untuk kembali, apa lagi masih mencintai, tidak sama sekali
ada yang ku rasa hanya kamu yang bisa
yang nerima aku apa adanya
siapa lagi yang mau jemput aku pagi-pagi cuma buat ngisi bensin mobilmu
atau sarapan nasi kuning didekat zona tapi aku belum mandi
yang berantemnya cuma karena kenapa pom bensin di perempatan alaya itu gak buka buka
atau kamu yang selalu entahlah samar-samar sudah ku ingat semua itu
hampir lupa tapi tetap saja baru hampir
satu lagi yang ku cari mungkin keluargamu
bapakmu yang keliatan cuek tapi selalu gangguin aku
sampai sekarang -_-
ibumu yang perhatiannya mungkin melebihi ibuku sendiri
aku ingat gimana beliau maksa aku ikut makan sama keluarga kamu sementara aku masih ada suatu kewajiban
(maaf tante, belum sempat kita ngobrol banyak)
ada yang aku cari
iya memang tentang kamu
tapi bukan lagi kamu
aku cari sosok itu
yang bisa menerima aku apa adanya
tapi mungkin memang tidak ada yang seperti kamu
bukan. bukan dalam dirimu lagi
ada yang masih ingin aku temui setiap hari
tapi bukan dirimu lagi
kini mungkin memang kita sudah menempuh jalan yang berbeda
kamu berdua dengan dia
dan aku sendiri
tidak ada lagi keinginan untuk kembali, apa lagi masih mencintai, tidak sama sekali
ada yang ku rasa hanya kamu yang bisa
yang nerima aku apa adanya
siapa lagi yang mau jemput aku pagi-pagi cuma buat ngisi bensin mobilmu
atau sarapan nasi kuning didekat zona tapi aku belum mandi
yang berantemnya cuma karena kenapa pom bensin di perempatan alaya itu gak buka buka
atau kamu yang selalu entahlah samar-samar sudah ku ingat semua itu
hampir lupa tapi tetap saja baru hampir
satu lagi yang ku cari mungkin keluargamu
bapakmu yang keliatan cuek tapi selalu gangguin aku
sampai sekarang -_-
ibumu yang perhatiannya mungkin melebihi ibuku sendiri
aku ingat gimana beliau maksa aku ikut makan sama keluarga kamu sementara aku masih ada suatu kewajiban
(maaf tante, belum sempat kita ngobrol banyak)
ada yang aku cari
iya memang tentang kamu
tapi bukan lagi kamu
aku cari sosok itu
yang bisa menerima aku apa adanya
tapi mungkin memang tidak ada yang seperti kamu
Sabtu, 05 April 2014
fhaeorjapodj
kalau selama ini biasanya capek nangis
ini malah minta sama Allah supaya nangis
aaaaaaaaaaaa lelah sekali ya Allah
kenapa gak bisa nangis yaaaaaa
gak nahan sama sekali enggak bahkan kadang-kadang maksain buat nangis tapi gak bisaaa
padahal nyeseknyaaaa
ini h- sekian un.
kapan bisa nangisss kapan bisa legaaaaaaaaaa
karna biasanya habis nangis lega deh
tapi ini malah gak bisa
rencanaMu yang ini apasih Tuhan? kenapa menyiksa sekaliii.
ini malah minta sama Allah supaya nangis
aaaaaaaaaaaa lelah sekali ya Allah
kenapa gak bisa nangis yaaaaaa
gak nahan sama sekali enggak bahkan kadang-kadang maksain buat nangis tapi gak bisaaa
padahal nyeseknyaaaa
ini h- sekian un.
kapan bisa nangisss kapan bisa legaaaaaaaaaa
karna biasanya habis nangis lega deh
tapi ini malah gak bisa
rencanaMu yang ini apasih Tuhan? kenapa menyiksa sekaliii.
Kamis, 20 Maret 2014
setelah to pertama
kita berada ditempat yang sama, sekolah
menunggu hal yang sama, pulang.
namun mendung ternyata membuat pertemuan kita bisa sedikit lebih lama.
hari itu, kamu dengan semangat bermain olahraga kesukaanmu, sepakbola.
meskipun hujan mendera tubuhmu yang tinggi kurus hingga tidak bisa dibedakan mana peluh mana rintikan hujan yang membuatmu basah.
jujur, saat itu aku khawatir sekali kamu jatuh sakit.
aku menatapmu dari koridor lantai dua yang mulai sepi.
meskipun kamu sama sekali tidak menyadari keberadaanku, aku cukup senang bisa melihat senyummy lagi.
aku bercerita beberapa hal tentangmu pada sahabat disampingku.
aku melihatmu memakai jam tangan disebelaj kanan ketika aku memandangmu lebih dalam.
entah kenapa sebuah benda yang membuat bertambah karismatikmu ada di tempat sedikit tak kusukai
aku memang tidak suka melihatnya.
tapi buaku, hal itu tidak terlalu bermasalah karena itu dirimu. kekuranganmu yang memang seharusnya juga ku cintai.
aku turun kelantai dasar karena sahabatku ingin pulang. aku memutuskan untuk bersama teman yang lain.
dan memutuskan untuk menunggu hujan yang mulai deras berhenti bersama mereka.
aku masih menatapmu menggiring bola ke arah gawang lawan.
kamu, dengan sejuta karismatikmu.
entah berapa apsang mata yang juga memandangmu seperti aku.
satu hal saja yang aku inginkan saat itu.
melihatmu berbalik memandangku.
mataku ikut berlari mengikuti langkahmu
namun ternyata kaki ini mulai jenuh diajak berdiri, aku mencari tempat untuk duduk
dan akupun duduk lalu kembali menghadap lapangan mencari sosokmu
saat itu kamu tiba-tiba hilang. kamu pulang, tanpa bilang
walau banyak tawa disekitarku aku merasa hampa, ada yang hilang ada yang kosong ditempat biasa dia berada, rasanya aneh sekali meskipun bukan untuk pertama kali
tidak ada alasan untukku tetap tinggal
ku beranikan menembus hujan yang menyembunyikan air mata didalamnya.
sekali lagi, kamu pergi tanpa sempat aku bilang hati-hati
menunggu hal yang sama, pulang.
namun mendung ternyata membuat pertemuan kita bisa sedikit lebih lama.
hari itu, kamu dengan semangat bermain olahraga kesukaanmu, sepakbola.
meskipun hujan mendera tubuhmu yang tinggi kurus hingga tidak bisa dibedakan mana peluh mana rintikan hujan yang membuatmu basah.
jujur, saat itu aku khawatir sekali kamu jatuh sakit.
aku menatapmu dari koridor lantai dua yang mulai sepi.
meskipun kamu sama sekali tidak menyadari keberadaanku, aku cukup senang bisa melihat senyummy lagi.
aku bercerita beberapa hal tentangmu pada sahabat disampingku.
aku melihatmu memakai jam tangan disebelaj kanan ketika aku memandangmu lebih dalam.
entah kenapa sebuah benda yang membuat bertambah karismatikmu ada di tempat sedikit tak kusukai
aku memang tidak suka melihatnya.
tapi buaku, hal itu tidak terlalu bermasalah karena itu dirimu. kekuranganmu yang memang seharusnya juga ku cintai.
aku turun kelantai dasar karena sahabatku ingin pulang. aku memutuskan untuk bersama teman yang lain.
dan memutuskan untuk menunggu hujan yang mulai deras berhenti bersama mereka.
aku masih menatapmu menggiring bola ke arah gawang lawan.
kamu, dengan sejuta karismatikmu.
entah berapa apsang mata yang juga memandangmu seperti aku.
satu hal saja yang aku inginkan saat itu.
melihatmu berbalik memandangku.
mataku ikut berlari mengikuti langkahmu
namun ternyata kaki ini mulai jenuh diajak berdiri, aku mencari tempat untuk duduk
dan akupun duduk lalu kembali menghadap lapangan mencari sosokmu
saat itu kamu tiba-tiba hilang. kamu pulang, tanpa bilang
walau banyak tawa disekitarku aku merasa hampa, ada yang hilang ada yang kosong ditempat biasa dia berada, rasanya aneh sekali meskipun bukan untuk pertama kali
tidak ada alasan untukku tetap tinggal
ku beranikan menembus hujan yang menyembunyikan air mata didalamnya.
sekali lagi, kamu pergi tanpa sempat aku bilang hati-hati
mager
aku menatapmu tajam. kamu duduk di pojok kelas yang sudah sepi sambil menatap jendela yang mengarah ke lapangan kosong.
matahari hari itu sedang terik-teriknya, tidak orang yang mau bertarung dengan panas sekolahnya siang itu.
hanya ada dua makhluk yang sedang berebut oksigen yang sama disini, aku dan kamu.
seluruh siswa kurasa sudah tidur manja di atas tempat tidurnya masing-masing.
sisanya beberapa anak osis yang lalu lalang entah melakukan apa.
"kenapa kamu marah?" akhirnya pertanyaanku keluar juga. setelah susah payah ku atur amarahku agar tak meledak.
"Dulu juga kamu begitu. Hanya saja dia diam dan penuh pengertian padamu,sahabatnya." aku mencoba mengingatkan tentang kejadian 2 tahun lalu. sewaktu masih di bangku sekolah menengah pertama, kejadiannya persis sama seperti ini. hanya saja peran mereka terbalik.
'meski hatinya terluka. egois!' tambahku dalam hati.
aku tak ingin memeperkeruh suasana dalam persahabatan kita ini.
kau diam, padahal tadi bibirmu yang sekarang bergetar menahan tangis tak berhenti mengeluhkan yang terjadi dalam kisah cintamu. seperti tak sadar akan apa yang terjadi dalam persahabatan kita yang sudah selama tujuh tahun ini.
ku alihkan pandanganku kearah papan tulis didepan kelas.
karena ku dengar tarikan nafasmu semakin berat.
jika pertahananmu runtuh, maka air matamu akan jatuh dan aku akan luluh.
tapi kali ini aku harus tegas.
sudah cukup aku hanya tersenyum dan mengatakan sabar, sampai mentalmu seperti anak manja yang selalu di belikan barang kesukaanya.
"lalu maumu apa? aku bilang padanya jangan mendekati dia lagi karena kau cemburu?" nadaku meninggi.
tak terdengar jawaban. lama.
bernar saja, aku mulai mendengar tangismu.
tapi aku harus. aku harus tegas. kerena sahabat yang baik bukan hanya selalu melindungi, membela, apa lagi hanya membahagiakan. tapi sahabat yang baik adalah yang jujur pada keadaan, kenyataan dan diri sendiri.
keheningan yang panjang.
tidak ada dialog, hanya ada suara sesenggukanmu. dan sesekali suara tarikkan nafasku
aku tidak bisa.
aku berlari menuju kursi disebelahmu duduk. ku peluk kamu.
tangismu semakin menjadi. entah arti tangisanmu itu apa.
kamu menyesali atau tak bisa melepaskan.
aku pun mulai menangis.
bagaimana tidak.
persahabatan yang kita jalani selama tujuh tahun, hancur hanya karena urusan keegoisan percintaan.
aku benci.
aku tidak suka ketika dua sahabatku tak saling sapa.
atau mereka yang mulai menjelekkan satu sama lain dengan seperti aku menjadi tempat sampahnya.
aku tak mau semuanya sia-sia.
hatiku rasanya menjerit, tidakkah mereka menghargai aku.
aku memang yang paling pendiam.
aku bahkan tidak punya perlawanan jika sahabatku meminta.
aku memang perantara mereka berdua.
aku memang seorang pendengar.
walaupun mereka egois.
hanya mementingkan urusan mereka tanpa peduli terhadapku.
tapi mereka tetap sahabatku.
beberapa menit berlalu.
kami mulai menghapus airmata.
mengatur nafas.
bercengkrama sedikit demi mencairkan suasana.
suara tarikan nafas yang panjang, serta kursi kita yang bergeser sedikit karena terkena hempasan punggung yang lelah.
"aku coba" dialog serius yang pertama sejak satu jam lalu.
aku hanya tersenyum, walaupun entah apa arti dari perkataanmu itu.
kamu tidak butuh saran. bahkan kamu tidak boleh diberi saran.
aku biarkan kamu mengambil keputusanmu sendiri.
"kalau memang aku mengganggu persahabatan kalian, biarkan aku yang pergi." suara Wisnu. kami berpandangan. tak mengerti. lalu mengarahkan mata kearah pintu wisnu datang. bagaimana wisnu tiba-tiba muncul lalu pergi tanpa menunggu reaksi. padahal kami yakin tidak sedang dimata-matai. kami berpandangan sekali lagi. sama-sama mengerti.
"rena, fira. kok belum pulang?" benar saja. itu suara dita. berlari kecil dari arah belakang dan menyapa kami ketika kaki-kaki kami menuju parkiran sekolah. suaranya dibuat seceria mungkin. kami berpandangan kembali. lalu tersenyum kearahnya, mencoba seperti tidak ada yang terjadi.
"iya, habis belajar bareng." baru saja aku ingin memberi alasan. kamu sudah menyambarnya. syukurlah jika berbaikan dan melepaskan wisnulah yang kamu pilih.
aku menawari dita untuk pulang bersama menaiki mobilku. percakapan kami mulai seru. menjadi seperti biasa. seperti tidak pernah terjadi perebutan lelaki yang baru saja terjadi diantara kami.
"kamu kok tadi belum pulang, Dit?" akhirnya aku menanyakannya.
"iya, tadi ada kegiatan osis sedikit"
'kegiatan apa sampai matamu bengkat, Dit?' tanyaku dalam hati.
namun aku tak peduli. mungkin memang tak ada salahnya berbohong demi kebaikan
matahari hari itu sedang terik-teriknya, tidak orang yang mau bertarung dengan panas sekolahnya siang itu.
hanya ada dua makhluk yang sedang berebut oksigen yang sama disini, aku dan kamu.
seluruh siswa kurasa sudah tidur manja di atas tempat tidurnya masing-masing.
sisanya beberapa anak osis yang lalu lalang entah melakukan apa.
"kenapa kamu marah?" akhirnya pertanyaanku keluar juga. setelah susah payah ku atur amarahku agar tak meledak.
"Dulu juga kamu begitu. Hanya saja dia diam dan penuh pengertian padamu,sahabatnya." aku mencoba mengingatkan tentang kejadian 2 tahun lalu. sewaktu masih di bangku sekolah menengah pertama, kejadiannya persis sama seperti ini. hanya saja peran mereka terbalik.
'meski hatinya terluka. egois!' tambahku dalam hati.
aku tak ingin memeperkeruh suasana dalam persahabatan kita ini.
kau diam, padahal tadi bibirmu yang sekarang bergetar menahan tangis tak berhenti mengeluhkan yang terjadi dalam kisah cintamu. seperti tak sadar akan apa yang terjadi dalam persahabatan kita yang sudah selama tujuh tahun ini.
ku alihkan pandanganku kearah papan tulis didepan kelas.
karena ku dengar tarikan nafasmu semakin berat.
jika pertahananmu runtuh, maka air matamu akan jatuh dan aku akan luluh.
tapi kali ini aku harus tegas.
sudah cukup aku hanya tersenyum dan mengatakan sabar, sampai mentalmu seperti anak manja yang selalu di belikan barang kesukaanya.
"lalu maumu apa? aku bilang padanya jangan mendekati dia lagi karena kau cemburu?" nadaku meninggi.
tak terdengar jawaban. lama.
bernar saja, aku mulai mendengar tangismu.
tapi aku harus. aku harus tegas. kerena sahabat yang baik bukan hanya selalu melindungi, membela, apa lagi hanya membahagiakan. tapi sahabat yang baik adalah yang jujur pada keadaan, kenyataan dan diri sendiri.
keheningan yang panjang.
tidak ada dialog, hanya ada suara sesenggukanmu. dan sesekali suara tarikkan nafasku
aku tidak bisa.
aku berlari menuju kursi disebelahmu duduk. ku peluk kamu.
tangismu semakin menjadi. entah arti tangisanmu itu apa.
kamu menyesali atau tak bisa melepaskan.
aku pun mulai menangis.
bagaimana tidak.
persahabatan yang kita jalani selama tujuh tahun, hancur hanya karena urusan keegoisan percintaan.
aku benci.
aku tidak suka ketika dua sahabatku tak saling sapa.
atau mereka yang mulai menjelekkan satu sama lain dengan seperti aku menjadi tempat sampahnya.
aku tak mau semuanya sia-sia.
hatiku rasanya menjerit, tidakkah mereka menghargai aku.
aku memang yang paling pendiam.
aku bahkan tidak punya perlawanan jika sahabatku meminta.
aku memang perantara mereka berdua.
aku memang seorang pendengar.
walaupun mereka egois.
hanya mementingkan urusan mereka tanpa peduli terhadapku.
tapi mereka tetap sahabatku.
beberapa menit berlalu.
kami mulai menghapus airmata.
mengatur nafas.
bercengkrama sedikit demi mencairkan suasana.
suara tarikan nafas yang panjang, serta kursi kita yang bergeser sedikit karena terkena hempasan punggung yang lelah.
"aku coba" dialog serius yang pertama sejak satu jam lalu.
aku hanya tersenyum, walaupun entah apa arti dari perkataanmu itu.
kamu tidak butuh saran. bahkan kamu tidak boleh diberi saran.
aku biarkan kamu mengambil keputusanmu sendiri.
"kalau memang aku mengganggu persahabatan kalian, biarkan aku yang pergi." suara Wisnu. kami berpandangan. tak mengerti. lalu mengarahkan mata kearah pintu wisnu datang. bagaimana wisnu tiba-tiba muncul lalu pergi tanpa menunggu reaksi. padahal kami yakin tidak sedang dimata-matai. kami berpandangan sekali lagi. sama-sama mengerti.
"rena, fira. kok belum pulang?" benar saja. itu suara dita. berlari kecil dari arah belakang dan menyapa kami ketika kaki-kaki kami menuju parkiran sekolah. suaranya dibuat seceria mungkin. kami berpandangan kembali. lalu tersenyum kearahnya, mencoba seperti tidak ada yang terjadi.
"iya, habis belajar bareng." baru saja aku ingin memberi alasan. kamu sudah menyambarnya. syukurlah jika berbaikan dan melepaskan wisnulah yang kamu pilih.
aku menawari dita untuk pulang bersama menaiki mobilku. percakapan kami mulai seru. menjadi seperti biasa. seperti tidak pernah terjadi perebutan lelaki yang baru saja terjadi diantara kami.
"kamu kok tadi belum pulang, Dit?" akhirnya aku menanyakannya.
"iya, tadi ada kegiatan osis sedikit"
'kegiatan apa sampai matamu bengkat, Dit?' tanyaku dalam hati.
namun aku tak peduli. mungkin memang tak ada salahnya berbohong demi kebaikan
Langganan:
Postingan (Atom)