saya lebih suka merekam aksi kamu dalam memori otak saya dari pada memori kamera saya
walaupun saya nanti bisa saja hilang ingatan atau saya yang sudah mulai pikun saat tua.
tapi selama saya mengingat kamu sebelum lupa dan atau saat saya mengingat kamu lagi, bukan karena perantara foto atau kisah.
itu indah
Senin, 11 November 2013
Jumat, 08 November 2013
menunggu
Aku ingat hari itu, lonceng sepedamu berdenting marah ketika aku
membuatmu menunggu lama dihari pertama kita masuk sekolah menengah
pertama. Seragam putih biru kebesaranku membuatku sedikit kerepotan
mengangkat rok yang juga terlalu panjang agar tidak mengepel lantai
terasku yang cukup berpasir. Mama bilang supaya aku tidak perlu membeli
seragam baru setiap tahunnya, tidak dipedulikannya aku yang merajuk tidak
terima.
"aku kan ingin tampil cantik didepan Zan, ma." kataku waktu itu. Mama hanya bisa tertawa kecil mendengar omelan putrinya yang mulai beranjak remaja ini.
Berbeda dengan kamu, seragammu yang pas sekali ditubuh tinggi tegapmu, membuatmu tidak tampak canggung ketika masuk kesekolah nanti. Sepeda berloncengmu juga siap mengantar kita, seperti biasa kamu mengelapnya di halaman rumahmu sementara aku bersiap. Tapi hey, mana senyum manis dan ucapan selamat pagimu. aku tertawa kecil, pasti karena 'mr. selalu tepat waktu' ini merajuk karena aku membuatmu menunggu lama dihari pertama menunjukkan kedisiplinan nomor satumu pada sekolah baru nanti.
Seperti itulah, teman yang teledor bisa selalu punya teman yang sangat rapi. itulah kita, tapi kita bukanlah hanya sekedar teman. aku masih ingat janji itu, dua puluh tahun lalu. saat kita masih di taman kanak-kanak. kita janji untuk saling menunggu dalam kebersamaan. kita punya komitmen untuk meresmikannya setelah lulus SMA. mungkin bagimu itu adalah janji yang tidak berarti. tapi sampai hari ini aku masih mengingatnya.
Ku seruput lagi secangkir teh yang masih sisa setengah itu.
Setelah lulus smp kita memasuki sekolah yang berbeda. kamu yang pintar tentu dapat diterima di sekolah terfavorit. sementara aku dengan otak yang pas-pasan cukup bersyukur diterima di sekolah unggulan kedua di kota ini.
Aku sempat menangis waktu tahu kita harus berpisah walaupun hanya terpisah sekolah untuk pertama kalinya setelah kita selalu bersama sejak kepindahanmu kekota ini. tepatnya kesebelah rumahku.
"jangan nangis dong, Ra. nanti setiap hari pasti aku pasti nganter kamu deh."
janji itu kamu tepati, pada awalnya.
hari-hari pertama ku sekolah masih sama. yang berbeda hanya sepedamu yang sekarang sudah bermesin. meskipun kita disekolah yang berbeda kamu menepati janjimu untuk mengantarku setiap pagi dan menjemputku tepat ketika lonceng tanda pulang bersiul. bahkan kita mengerjakan tugas bersama. hari-hari masa orientasi juga begitu,kalau aja waktu itu kamu menurut untuk pergi terlebih dahulu pasti celana barumu tidak akan sobek karena kamu rela dihukum jongkok karena terlambat akibat mengantarku kesekolah. aku yang teledor ini waktu itu bangun kesiangan. kalau saja waktu itu kamu tidak masuk tanpa izin ke dalam kamarku mungkin aku akan bangun kesorean. belum lagi rambutku yang belum diikat sesuai peraturan konyol masa orientasi sekolah. tapi kamu. rela. walaupun setelah itu kamu tidak berbicara apapun padaku ketika aku menjahitkan celanamu. wajahmu itu. aku ingat betul cemberutmu.
aku menarik nafas berat layaknya orang yang tercekik kerinduan. masih ku pandangi langit sore dari jendela cafe ini.
segala hal yang mengingatkanku padamu ku coba untuk menghapusnya. tapi apa daya bila semua benda, barang, tempat ku hindari tapi didalam diriku sendiri masih ada kamu, Zan.
pada pertengahan kelas 11 kamu mulai terlambat untuk menjemputku.
aku masih ingat hari itu.
ini pertama kalinya kamu telat menjemputku tiga hari secara berturut-turut. aku kesal sekali. tidak pernah kamu telat menjemput tiga kali berturut-turut dengan waktu membuatku menunggu yang sama, dua jam setengah. aku tahu itu bukan waktu yang singkat jika bukan kamu yang akan menjemput tentu aku tidak akan menunggu sebegitu lama.
aku khawatir. sungguh. menghubungi ponselmu pun hanya berakhir suara operator. tidak diangkat.
aku memutuskan untuk tidak lagi menunggu
hari itu aku pulang dengan menumpang pada temanku.
setelahnya aku merengek pada Papa agar diajarkan cara mengendarai sepeda motor agar tak bergantung lagi pada siapapun. termasuk padamu.
suara motor itu. suara motormu. aku hapal benar.
aku mengintip dari jendelaku dilantai atas.
mana? motormu tidak terparkir ditempat biasa
ku ikuti suara itu, oh di seberang sana.
dua kekiri dari depan rumahku. artinya tiga kekiri dari depan rumahmu
sedang apa kamu? kenapa parkir disitu? siapa itu yang ada di boncenganmu?
perempuan manis dengan rambut tergerai sepunggung, turun dari tempat ternyamanku.
dia cukup cantik.
aku ingat. itu emm siapa namanya? Lisa? tetangga baruku.
setahuku Lisa memang satu sekolah dengan kamu.
sebelum perempuan itu pindah kamu sudah semangat sekali menceritakan tentang dia.
kenapa aku marah? aku cemburu? ah sudahlah. mungkin ini perasaan kesal saja karena kamu tidak jujur soal keterlambatannya menjemputku. ada latihan basket lah, urusan sama sekolahlah, entah.
aku masih meneguknya. cangkir teh yang ketiga.......
sampai sekarang kamu tidak berubah, masih membuatku menunggu
aku juga ingat hari itu.
hari perang dingin kita yang terakhir.
"sombong" kata itu yang pertama kamu ucapkan saat aku membuka pintu rumahku yang sudah lama tak kau ketuk.
'aku? sombong? bukannya kamu? gak pernah kerumah, gak ada kabar' cercahku dalam hati saja.
"heeemmmm" enggan ku tanggapi kamu. "masuk" lanjutku.
semuanya terjadi seperti biasa namun tidak biasa.
seperti biasa kamu kerumah, ku ambilkan minuman, makanan, dan segala hal yang kita lakukan.
yang berubah adalah keadaan, suasana, pembicaraan yang tak lagi seru, sentuhan yang hangat atau keributan yang menyenangkan.
"kenapa sih?" suaramu mulai geram setelah omonganmu ku tanggapi dingin.
"apanya yang kenapa?"
"ya kenapa kamu diam Ra?"
"kamu juga diam, aku jadi males ngomong"
"aku kan biasanya cuma pendengar. kamu gak kaya biasanya, yang ceriwis." kamu bergeser kesisiku.
aku terdiam, padahal suara hati ini kadang mengomel, kadang ingin memelukmu. aku hanya diam.
semua berubah. bahkan sampai kamu pergi tak ada lagi suara.
suara tarikan kursi didepanku membuatku tersadar dari lamunanku.
kamu, iya kamu Zan.
duduk dihadapanku seperti tak bersalah meninggalkan aku dan membuat aku menunggu,selalu.
mataku berkaca-kaca.
setelah hari itu, tak ada lagi ketukan pintu darimu
suara motormu
sikap diammu
kamu pergi tanpa pamit
"apa janji itu masih berlaku?" tanyaku ketika kita keluar dari cafe itu.
kamu hanya tersenyum. dan menggenggam tanganku. hangat.
"aku kan ingin tampil cantik didepan Zan, ma." kataku waktu itu. Mama hanya bisa tertawa kecil mendengar omelan putrinya yang mulai beranjak remaja ini.
Berbeda dengan kamu, seragammu yang pas sekali ditubuh tinggi tegapmu, membuatmu tidak tampak canggung ketika masuk kesekolah nanti. Sepeda berloncengmu juga siap mengantar kita, seperti biasa kamu mengelapnya di halaman rumahmu sementara aku bersiap. Tapi hey, mana senyum manis dan ucapan selamat pagimu. aku tertawa kecil, pasti karena 'mr. selalu tepat waktu' ini merajuk karena aku membuatmu menunggu lama dihari pertama menunjukkan kedisiplinan nomor satumu pada sekolah baru nanti.
Seperti itulah, teman yang teledor bisa selalu punya teman yang sangat rapi. itulah kita, tapi kita bukanlah hanya sekedar teman. aku masih ingat janji itu, dua puluh tahun lalu. saat kita masih di taman kanak-kanak. kita janji untuk saling menunggu dalam kebersamaan. kita punya komitmen untuk meresmikannya setelah lulus SMA. mungkin bagimu itu adalah janji yang tidak berarti. tapi sampai hari ini aku masih mengingatnya.
Ku seruput lagi secangkir teh yang masih sisa setengah itu.
Setelah lulus smp kita memasuki sekolah yang berbeda. kamu yang pintar tentu dapat diterima di sekolah terfavorit. sementara aku dengan otak yang pas-pasan cukup bersyukur diterima di sekolah unggulan kedua di kota ini.
Aku sempat menangis waktu tahu kita harus berpisah walaupun hanya terpisah sekolah untuk pertama kalinya setelah kita selalu bersama sejak kepindahanmu kekota ini. tepatnya kesebelah rumahku.
"jangan nangis dong, Ra. nanti setiap hari pasti aku pasti nganter kamu deh."
janji itu kamu tepati, pada awalnya.
hari-hari pertama ku sekolah masih sama. yang berbeda hanya sepedamu yang sekarang sudah bermesin. meskipun kita disekolah yang berbeda kamu menepati janjimu untuk mengantarku setiap pagi dan menjemputku tepat ketika lonceng tanda pulang bersiul. bahkan kita mengerjakan tugas bersama. hari-hari masa orientasi juga begitu,kalau aja waktu itu kamu menurut untuk pergi terlebih dahulu pasti celana barumu tidak akan sobek karena kamu rela dihukum jongkok karena terlambat akibat mengantarku kesekolah. aku yang teledor ini waktu itu bangun kesiangan. kalau saja waktu itu kamu tidak masuk tanpa izin ke dalam kamarku mungkin aku akan bangun kesorean. belum lagi rambutku yang belum diikat sesuai peraturan konyol masa orientasi sekolah. tapi kamu. rela. walaupun setelah itu kamu tidak berbicara apapun padaku ketika aku menjahitkan celanamu. wajahmu itu. aku ingat betul cemberutmu.
aku menarik nafas berat layaknya orang yang tercekik kerinduan. masih ku pandangi langit sore dari jendela cafe ini.
segala hal yang mengingatkanku padamu ku coba untuk menghapusnya. tapi apa daya bila semua benda, barang, tempat ku hindari tapi didalam diriku sendiri masih ada kamu, Zan.
pada pertengahan kelas 11 kamu mulai terlambat untuk menjemputku.
aku masih ingat hari itu.
ini pertama kalinya kamu telat menjemputku tiga hari secara berturut-turut. aku kesal sekali. tidak pernah kamu telat menjemput tiga kali berturut-turut dengan waktu membuatku menunggu yang sama, dua jam setengah. aku tahu itu bukan waktu yang singkat jika bukan kamu yang akan menjemput tentu aku tidak akan menunggu sebegitu lama.
aku khawatir. sungguh. menghubungi ponselmu pun hanya berakhir suara operator. tidak diangkat.
aku memutuskan untuk tidak lagi menunggu
hari itu aku pulang dengan menumpang pada temanku.
setelahnya aku merengek pada Papa agar diajarkan cara mengendarai sepeda motor agar tak bergantung lagi pada siapapun. termasuk padamu.
suara motor itu. suara motormu. aku hapal benar.
aku mengintip dari jendelaku dilantai atas.
mana? motormu tidak terparkir ditempat biasa
ku ikuti suara itu, oh di seberang sana.
dua kekiri dari depan rumahku. artinya tiga kekiri dari depan rumahmu
sedang apa kamu? kenapa parkir disitu? siapa itu yang ada di boncenganmu?
perempuan manis dengan rambut tergerai sepunggung, turun dari tempat ternyamanku.
dia cukup cantik.
aku ingat. itu emm siapa namanya? Lisa? tetangga baruku.
setahuku Lisa memang satu sekolah dengan kamu.
sebelum perempuan itu pindah kamu sudah semangat sekali menceritakan tentang dia.
kenapa aku marah? aku cemburu? ah sudahlah. mungkin ini perasaan kesal saja karena kamu tidak jujur soal keterlambatannya menjemputku. ada latihan basket lah, urusan sama sekolahlah, entah.
aku masih meneguknya. cangkir teh yang ketiga.......
sampai sekarang kamu tidak berubah, masih membuatku menunggu
aku juga ingat hari itu.
hari perang dingin kita yang terakhir.
"sombong" kata itu yang pertama kamu ucapkan saat aku membuka pintu rumahku yang sudah lama tak kau ketuk.
'aku? sombong? bukannya kamu? gak pernah kerumah, gak ada kabar' cercahku dalam hati saja.
"heeemmmm" enggan ku tanggapi kamu. "masuk" lanjutku.
semuanya terjadi seperti biasa namun tidak biasa.
seperti biasa kamu kerumah, ku ambilkan minuman, makanan, dan segala hal yang kita lakukan.
yang berubah adalah keadaan, suasana, pembicaraan yang tak lagi seru, sentuhan yang hangat atau keributan yang menyenangkan.
"kenapa sih?" suaramu mulai geram setelah omonganmu ku tanggapi dingin.
"apanya yang kenapa?"
"ya kenapa kamu diam Ra?"
"kamu juga diam, aku jadi males ngomong"
"aku kan biasanya cuma pendengar. kamu gak kaya biasanya, yang ceriwis." kamu bergeser kesisiku.
aku terdiam, padahal suara hati ini kadang mengomel, kadang ingin memelukmu. aku hanya diam.
semua berubah. bahkan sampai kamu pergi tak ada lagi suara.
suara tarikan kursi didepanku membuatku tersadar dari lamunanku.
kamu, iya kamu Zan.
duduk dihadapanku seperti tak bersalah meninggalkan aku dan membuat aku menunggu,selalu.
mataku berkaca-kaca.
setelah hari itu, tak ada lagi ketukan pintu darimu
suara motormu
sikap diammu
kamu pergi tanpa pamit
"apa janji itu masih berlaku?" tanyaku ketika kita keluar dari cafe itu.
kamu hanya tersenyum. dan menggenggam tanganku. hangat.
tinggal
kamu lagi
tempat itu lagi
diam-diam aku memperhatikanmu ketika kamu memperhatikan aku
selama ini aku berpura tak tahu
menganggap kamu hanya semu
padahal tidak
aku berusaha ada untuk selalu kau perhatikan
aku selalu datang disaat yang sama kamu tiba
kamu adalah alasan aku disini
untuk saling memperhatikan dalam diam namun indah
tetaplah tinggal
sampai aku datang, duduk disampingmu
untuk menyapamu
suatu hari
aku janji
tempat itu lagi
diam-diam aku memperhatikanmu ketika kamu memperhatikan aku
selama ini aku berpura tak tahu
menganggap kamu hanya semu
padahal tidak
aku berusaha ada untuk selalu kau perhatikan
aku selalu datang disaat yang sama kamu tiba
kamu adalah alasan aku disini
untuk saling memperhatikan dalam diam namun indah
tetaplah tinggal
sampai aku datang, duduk disampingmu
untuk menyapamu
suatu hari
aku janji
mawar
Aku merapikan mejaku dan memasukan semua benda yang ada di atas sana kedalam tasku dengan terburu-buru.
Pulang sekolah ini aku ada janji dengan sahabat-sahabatku.
"Tasha!"
Baru beberapa langkah aku keluar dari kelas, ada seseorang yang memanggil namaku tepat dibelakangku.
Aku kenal siapa pemilik suara itu, Ryan.
Cowok yang sedang dekat denganku. Cowok yang sangat kusukai.
Aku menoleh.
Benar saja, itu dia. Ryan Wisnu Pratama.
Kulihat dia sedang berlutut dan membawa setangkai bunga.
Bunga? Iya bunga. Bunga mawar yang tengah ranum merahnya.
Aku spontan tersenyum.
"ini." dia tersenyum, Dia menyerahkan bunga mawar itu padaku, aku segera menyambutnya dan tersenyum tanpa bisa ku kendalikan, aku bahagia sekali.
Mendapatkan bunga dari orang yang sudah 2bulan ini mengisi pesan di handphoneku.
"tadi jatoh dari dalam tasmu." sejurus kemudian beberapa kalimat keluar dari bibirnya dan memusnahkan senyumku. Sakit sekali. Sebisa mungkin aku tersenyum dan menutupi gelayut kesedihan dimataku.
"terimakasih" hanya itu kata yang dapat aku sampaikan.
'lalu bunga dari siapa ini?' tanyaku dalam hati sambil melangkah kearah sahabat-sahabatku setelah mulai tersingkir rasa kecewaku.
ada sepotong kertas merah kecil diikat dengan benang ke tangkai bunga itu.
"RWP?"
"tapi dia bilang?"
Pulang sekolah ini aku ada janji dengan sahabat-sahabatku.
"Tasha!"
Baru beberapa langkah aku keluar dari kelas, ada seseorang yang memanggil namaku tepat dibelakangku.
Aku kenal siapa pemilik suara itu, Ryan.
Cowok yang sedang dekat denganku. Cowok yang sangat kusukai.
Aku menoleh.
Benar saja, itu dia. Ryan Wisnu Pratama.
Kulihat dia sedang berlutut dan membawa setangkai bunga.
Bunga? Iya bunga. Bunga mawar yang tengah ranum merahnya.
Aku spontan tersenyum.
"ini." dia tersenyum, Dia menyerahkan bunga mawar itu padaku, aku segera menyambutnya dan tersenyum tanpa bisa ku kendalikan, aku bahagia sekali.
Mendapatkan bunga dari orang yang sudah 2bulan ini mengisi pesan di handphoneku.
"tadi jatoh dari dalam tasmu." sejurus kemudian beberapa kalimat keluar dari bibirnya dan memusnahkan senyumku. Sakit sekali. Sebisa mungkin aku tersenyum dan menutupi gelayut kesedihan dimataku.
"terimakasih" hanya itu kata yang dapat aku sampaikan.
'lalu bunga dari siapa ini?' tanyaku dalam hati sambil melangkah kearah sahabat-sahabatku setelah mulai tersingkir rasa kecewaku.
ada sepotong kertas merah kecil diikat dengan benang ke tangkai bunga itu.
"RWP?"
"tapi dia bilang?"
senja di kala senja
senja yang sama
senja pun masih ada disisi
dulu
angin sore melambaikan nyiur tepi pantai dan juga rambutnya yang indah tergerai menari menghipnotisku untuk terus membelainya
langit sore dipantulan matanya sepuluh ribu kali lebih indah dari aslinya
deburan ombak yang terdengar di sertai kisah yang terlontar dari bibirnya menjadi harmonisasi dua irama yang indah
namun ternyata hari ini berbeda
pelukan itu membuatku mengerti bahwa sudah tidak ada yang bisa dipertahankan lagi
airmata itu sudah merupakan yang terakhir beralasanku
tarikan nafas itu adalah caramu untuk mengucapkan selamat tinggal
hingga seseorang menjemput tanganmu
lalu kau menyambut, pergi dengannya
dan tak pernah kembali.
senja, berbahagialah
senja pun masih ada disisi
dulu
angin sore melambaikan nyiur tepi pantai dan juga rambutnya yang indah tergerai menari menghipnotisku untuk terus membelainya
langit sore dipantulan matanya sepuluh ribu kali lebih indah dari aslinya
deburan ombak yang terdengar di sertai kisah yang terlontar dari bibirnya menjadi harmonisasi dua irama yang indah
namun ternyata hari ini berbeda
pelukan itu membuatku mengerti bahwa sudah tidak ada yang bisa dipertahankan lagi
airmata itu sudah merupakan yang terakhir beralasanku
tarikan nafas itu adalah caramu untuk mengucapkan selamat tinggal
hingga seseorang menjemput tanganmu
lalu kau menyambut, pergi dengannya
dan tak pernah kembali.
senja, berbahagialah
Sabtu, 02 November 2013
tidak perlu setinggi dia untuk bisa menggapainya
namanya evan.
pertama kali kenal, aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menulis nama panjangnya.
Radevan Mahardinatamaputra
kini nama itu aku hapal diluar kepala.
bahkan seperti terngiang di setiap udara yang masuk telinga
terasa sayangnya disetiap darah yang dipompa
sosoknya yang tinggi membuat aku memaknai susahnya untuk menggapai seorang dia.
tapi kini aku mengerti.
bahwa tidak perlu sampai untuk mengacak rambutnya atau berhasil mengecup pipinya agar dia tahu bagaimana rasanya.
tapi dengan memeluk dia yang lenganku di pinggangnya dan kepalaku tepat didadanya saja aku bisa mendapatkannya.
aku bahkan bisa merasakan detak jantungnya, merasakan tipis nafasnya diatas rambutku yang sebahu.
aku bisa mendapatkan dia
pertama kali kenal, aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menulis nama panjangnya.
Radevan Mahardinatamaputra
kini nama itu aku hapal diluar kepala.
bahkan seperti terngiang di setiap udara yang masuk telinga
terasa sayangnya disetiap darah yang dipompa
sosoknya yang tinggi membuat aku memaknai susahnya untuk menggapai seorang dia.
tapi kini aku mengerti.
bahwa tidak perlu sampai untuk mengacak rambutnya atau berhasil mengecup pipinya agar dia tahu bagaimana rasanya.
tapi dengan memeluk dia yang lenganku di pinggangnya dan kepalaku tepat didadanya saja aku bisa mendapatkannya.
aku bahkan bisa merasakan detak jantungnya, merasakan tipis nafasnya diatas rambutku yang sebahu.
aku bisa mendapatkan dia
Rabu, 28 Agustus 2013
lau
Kalau saya boleh memilih, saya lebih memilih hidup dalam masalalu
bersama kamu daripada tidak bisa melanjutkan hidup ke masa yang akan datang.
Kalau saya boleh memilih, saya lebih memilih mencintai kamu
dari pada tidak pernah tau bagaimana rasanya
Kalau saya boleh memilih, saya lebih memilih pernah dekat
denganmu dari pada tidak sama sekali
Tapi dari sekian banyak pilihan, saya lebih memilih tidak
ada kamu dalam hidup saya.
Tidak ada kabarmu dalam hari saya
Tidak ada nama kamu dalam handphone saya
Tidak ada suara kamu dalam ingatan saya
Tidak ada kata-kata kamu dalam chat history saya
Saya lebih memilih tidak ada kamu, tidak mencintai kamu.
Jumat, 12 Juli 2013
rumah untuk pulang
pernah berfikir untuk berhenti? aku tidak.
walaupun aku bahkan tidak tahu kemana arah berlari
jika ujung dunia tak ada
biarkan aku terus mengelilinginya berkali-kali
tanpa tujuan, namun bertemu banyak pelajaran disetiap persimpangan
mengikuti arah kaki ingin melangkah
berbalik, memutar, berbelok atau lurus terus
suatu saat aku bermimpi memiliki persinggahan tetap
entah berapa lama waktu yang dibutuhkan berkelana untuk mencapai tempat itu
tempat ternyaman bagi jiwa. bukan terutama raga
namun aku belum menemukannya.
aku masih mencari, masih terus berjalan
sesekali batu atau beling melukai telapak kaki hingga harus tertatih atau bahkan terseret
membuatku harus menunggu tangan malaikat menjulurkan obat
walaupun seringnya air mata sendiri yang menutupi lukanya
dan senyum menjadi penahan rasa sakitnya
aku terus berjalan
memasuki rumah-rumah yang ku rasa nyaman
namun ternyata aku terusir membawa luka
atau justru pergi membawa serta semua kenangan pergi dari sana
mencari lagi yang membuka pintunya dan membuatku ingin untuk tetap tinggal
aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak berhenti
sampai aku menemukan 'rumah'
yang membuatku ingin selalu cepat.PULANG
walaupun aku bahkan tidak tahu kemana arah berlari
jika ujung dunia tak ada
biarkan aku terus mengelilinginya berkali-kali
tanpa tujuan, namun bertemu banyak pelajaran disetiap persimpangan
mengikuti arah kaki ingin melangkah
berbalik, memutar, berbelok atau lurus terus
suatu saat aku bermimpi memiliki persinggahan tetap
entah berapa lama waktu yang dibutuhkan berkelana untuk mencapai tempat itu
tempat ternyaman bagi jiwa. bukan terutama raga
namun aku belum menemukannya.
aku masih mencari, masih terus berjalan
sesekali batu atau beling melukai telapak kaki hingga harus tertatih atau bahkan terseret
membuatku harus menunggu tangan malaikat menjulurkan obat
walaupun seringnya air mata sendiri yang menutupi lukanya
dan senyum menjadi penahan rasa sakitnya
aku terus berjalan
memasuki rumah-rumah yang ku rasa nyaman
namun ternyata aku terusir membawa luka
atau justru pergi membawa serta semua kenangan pergi dari sana
mencari lagi yang membuka pintunya dan membuatku ingin untuk tetap tinggal
aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak berhenti
sampai aku menemukan 'rumah'
yang membuatku ingin selalu cepat.PULANG
Senin, 08 Juli 2013
perubahan, berubah, tidak sama, entah apa
ada saatnya orang berubah
entah itu kearah yang lebih baik atau tidak.
disadari atau tidak oleh dirinya sendiri
disukai atau tidak oleh orang disekitarnya.
pada kenyataannya semua hal berubah sepersekian detik.
apapun. apapun. semua hal didunia ini.
kadang dunia berkata "mengapa"
diri sendiripun bertanya ada apa?
tapi tak ada jawaban.
perubahan seringnya dirasakan oleh orang sekitar.
kita yang tak lagi sama, tak lagi terlihat seperti orang yang dikenal.
jadi nikmatilah apapun yang terjadi, yang dirasakan sekarang ini.
sebelum semuanya berubah dan kamu hanya dapat bertanya tanpa jawaban
entah itu kearah yang lebih baik atau tidak.
disadari atau tidak oleh dirinya sendiri
disukai atau tidak oleh orang disekitarnya.
pada kenyataannya semua hal berubah sepersekian detik.
apapun. apapun. semua hal didunia ini.
kadang dunia berkata "mengapa"
diri sendiripun bertanya ada apa?
tapi tak ada jawaban.
perubahan seringnya dirasakan oleh orang sekitar.
kita yang tak lagi sama, tak lagi terlihat seperti orang yang dikenal.
jadi nikmatilah apapun yang terjadi, yang dirasakan sekarang ini.
sebelum semuanya berubah dan kamu hanya dapat bertanya tanpa jawaban
Rabu, 26 Juni 2013
Selasa Sore
Aku berlari mengikutimu.
Bukan langkahku, hanya bola mataku.
Kamu asik dengan karet bundar yang memaksa masuk kedalam
ring basket tepat dihadapanmu.
Cucuran keringatmu menjadi keindahan tersendiri bagiku
Bahkan wangi khasnya yang tercium ketika aku harus terpaksa
melewati belakang ring itu menjadi sesuatu yang bercandu.
kaos merah nomor tigamu semakin membuat melihatmu adalah
semangat.
Dengan sebuah nama tertulis manis diatasnya. nama seseorang yang selalu ku nantikan kehadirannya dan ku cari keberadaannya.
Aku selalu suka Selasa sore seperti ini. Disaat mulai
beranjak sepi dan langit pun sedang teduh-teduhnya
tapi dentuman bola oranye yang kamu pantulkan menggema di
setiap koridor sekolah seperti irama lagu yang membuat sepi menjadi tak berarti.
Aku selalu hadir dalam diam dan kejauhan, menemani dirimu yang
tidak pernah peduli sekitarmu jika bergulat dengan bola, ring dan lapangan
milikmu disetiap selasa sore itu. Selalu.
Namun sesekali aku menyadari tidak ada suara pantulan itu
sewaktu aku baru saja melewati ring basketmu, ketika aku harus menuju parkiran
dan pulang.
Kamu memperhatikanku? Imajinasi ini membuatku tersenyum
sendiri sambil merubah pandanganku kearah kedua kakiku yang ku mainkan sejak
tadi.
Tak beberapa lama aku merasa haus akan menatapmu. Lagi-lagi
memandangmu dari sejauh ini.
Tapi dimana kamu? Kamu tidak ada ditempat aku meninggalkan
pandanganku darimu.........
“hai” sebuah suara menyapaku.
Namun, sepertinya sekarang aku tau ada dimana kamu, Smith.
aku sama kamu
Bukankah kamu memang selalu mengalir?
Kamu tidak bisa menghadapi rintangan dan berusaha
memecahkannya.
Kamu hanya akan berlari ke arah yang lain agar kamu tetap
bisa mengalir.
Kamu tidak pernah tahu bagaimana rasanya berusaha membakar
permasalahan sendiri.
Sedangkan kamu berlari terlebih dahulu tanpa mau menunggu.
Mungkin memang sampai kapanpun seorang Adji memang akan
selalu seperti itu.
Seseorang yang berlari terlalu jauh untuk dikejar.
Bahkan raunganku tidak terdengar sedesus pun
ditelingamu.
Kamu akan tetap
mengalir sebagaimana harusnya sebagai air.
Dan aku api yang selalu mengalah bila berhadapan denganmu.
Tapi jikalau memang takkan kamu berhenti
Aku yang tak akan lagi berlari.
Sabtu, 22 Juni 2013
tetoooot
Jangan pernah takut untuk mengenang. Karena
masalalu adalah untuk ditertawakan dan membahagiakan apabila kita sudah siap
menerima kenyataan semua masa itu sebagai seseorang yang baru, yang lebih
dewasa dan lebih menghargai arti masa lalu. Serta karena kenangan dalam
sebuah kejadian kecil yang mungkin di nilai tidak berarti merupakan tempat kita tinggal dan
hidup didalamnya hingga kemudian menjadi seseorang dikemudian hari yang
masih dirahasiakan.
Minggu, 16 Juni 2013
curahan hati seorang pengagum rahasia
hanya sekedar kamu, ya memang hanya sekedar kamu
topik pembicaraan yang kadang ingat kadang tidak
kamu bukan yang utama tapi kamu tidak pernah tertinggal
aku yang pura-pura tak mencintai benar-benar
aku sebenarnya tau, bahwa perasaan dan perkataan main-main itu sebenarnya ada didalam hati yang terdalam
meskipun aku sudah ada yang memiliki tapi tak menyangkal pesona seseorang didepan yang menyapa.
buruknya aku mungkin membenarkan bahwa perasaan ini bukan hanya tentang menceritakan yang terjadi lalu tertawa bersama.
tapi ini benar soal mengagumi
perhatian benar adanya
meskipun pada awalnya ini tidak benar-benar mencintai dan mendapatkannya adalah jackpot.
namun perasaan kagum dan naksir ini sepertinya sudah melewati batas
aku tau ini salah
aku tau perasaan ini gak seharusnya ada
tapi semakin ku redam
rasanya semakin membuncah minta diutarakan
mau rasanya kamu tau, tapi untuk apa tau?
aku cuma pingin orang yang kamu suka itu aku
aku cuma pngin orang yang ceritakan yang kamu suka itu aku
aku cuma pingin kamu gak deket sama cewek itu walaupun dia berusaha selalu ada didekatmu dan cari perhatianmu
aku mungkin terjebak pada momen dimana jantung ini berdegup
pada saat ternyata ada rasa yang lain setiap yang berhubungan dengan kamu
aku bahkan cemburu asal kamu tau
aku mungkin merasakan sayang
aku tau kamu baik semua orang
aku tau kamu gak mungkin suka sama
aku tau bukan cuma aku yang dapet perhatianmu.
tapi, saya suka kamu
topik pembicaraan yang kadang ingat kadang tidak
kamu bukan yang utama tapi kamu tidak pernah tertinggal
aku yang pura-pura tak mencintai benar-benar
aku sebenarnya tau, bahwa perasaan dan perkataan main-main itu sebenarnya ada didalam hati yang terdalam
meskipun aku sudah ada yang memiliki tapi tak menyangkal pesona seseorang didepan yang menyapa.
buruknya aku mungkin membenarkan bahwa perasaan ini bukan hanya tentang menceritakan yang terjadi lalu tertawa bersama.
tapi ini benar soal mengagumi
perhatian benar adanya
meskipun pada awalnya ini tidak benar-benar mencintai dan mendapatkannya adalah jackpot.
namun perasaan kagum dan naksir ini sepertinya sudah melewati batas
aku tau ini salah
aku tau perasaan ini gak seharusnya ada
tapi semakin ku redam
rasanya semakin membuncah minta diutarakan
mau rasanya kamu tau, tapi untuk apa tau?
aku cuma pingin orang yang kamu suka itu aku
aku cuma pngin orang yang ceritakan yang kamu suka itu aku
aku cuma pingin kamu gak deket sama cewek itu walaupun dia berusaha selalu ada didekatmu dan cari perhatianmu
aku mungkin terjebak pada momen dimana jantung ini berdegup
pada saat ternyata ada rasa yang lain setiap yang berhubungan dengan kamu
aku bahkan cemburu asal kamu tau
aku mungkin merasakan sayang
aku tau kamu baik semua orang
aku tau kamu gak mungkin suka sama
aku tau bukan cuma aku yang dapet perhatianmu.
tapi, saya suka kamu
Jumat, 14 Juni 2013
Langganan:
Postingan (Atom)